hal 5 Antioksidan dan Radikal Bebas


Radikal bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan (unpaired electron). Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari molekul-molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel sehingga dinding sel menjadi rapuh, merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem genetika, dan berlanjut pada pembentukan sel kanker (Winarsi, 2007).
Tabel I. Beberapa macam Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan yang menetralkannya (Percival, 1998)
ROS
Neutralizing Antioxidants
Radikal Hidroksil
Vitamin C, glutation, flavonoid, asam lipoat
Radikal Superoksida
Vitamin C, glutation, flavonoid, superoksida dismutase
Peroksida Hidrogen
Vitamin C, glutation, flavonoid, beta karoten, vitamin E, asam lipoat
Peroksida Lipid
Vitamin E, beta karoten, ubikuinon, flavonoid, glutation peroksidase
Kemiripan sifat antara radikal bebas dan oksidan terletak pada agresivitas untuk menarik elektron di sekelilingnya. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Tetapi perlu diketahui, bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non-radikal (Winarsi, 2007).
2. Definisi antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal.
Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas. Akibatnya kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi, 2007).
Kebanyakan senyawa ini (misalnya tokoferol) digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk (misalnya dalam lemak, minyak dan produk makanan untuk menunda ketengikan dan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, dalam karet untuk menunda oksidasi). Pengertian antioksidan yang lebih relevan secara biologis ialah senyawa alami atau sintetik yang ditambahkan ke dalam produk untuk mencegah atau menunda kerusakan yang disebabkan oleh udara.
3. Mekanisme antioksidan
Secara garis besar, mekanisme penangkapan radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan glutation reduktase (Winarsi, 2007).
Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara, yaitu sebagai berikut:
a.       penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E,
b.      pengkelat logam transisi, misalnya EDTA,
c.       inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen, dan
d.      kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation peroksidase.
Aktivitas senyawa polifenol sebagai antioksidan meliputi tiga mekanisme sebagai berikut.
(a)    Aktivitas penangkapan radikal seperti reactive oxygen species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid seperti R’, RO’ dan ROO’ dengan proses transfer elektron melalui atom hidrogen,
(b)   mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis transisi metal seperti reaksi melalui khelasi metal, dan
(c)    interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi dan penggabungan dengan antioksidan lainnya.
4. Penggolongan antioksidan
Menurut sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu antioksidan sintetik dan alami.
a.    Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang dibuat melalui sintesis secara kimia, contohnya: ter-butyl hidroquinone (tBHQ), butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), dan propil galat (PG). Konsentrasi rendah dari antioksidan tBHQ dan BHA telah lama digunakan untuk mencegah oksidasi dari produk makanan sehingga dapat menstabilkan produk tersebut (nutrisi, rasa, maupun warna). Dalam konsentrasi yang tinggi, tBHQ dapat menyebabkan kanker. Penyebabnya adalah metabolit dari oksidasi tBHQ, yaitu 2-tertbutyl-1,4-benzoquinone (tBBQ) dan ROS (Gharavi, Haggarty, dan El-Kadi, 2007).  Peters, Rivera, Jones, Monks, dan Lau pada tahun 1996 melaporkan bahwa antioksidan sintetik, yaitu tBHQ dan 3-tert-butyl-4-hydroxyanisole dapat mempromosi karsinogenesis renal dan kandung kemih pada tikus. Walaupun dalam penelitian tersebut tidak diketahui secara pasti mekanisme karsinogenesisnya. Begitu pula dengan BHA dan BHT, dalam konsentrasi tinggi dan penggunaan yang lama, BHA dapat menginduksi tumor pada perut hewan uji sedangkan BHT dapat menginduksi tumor pada liver hewan uji. Semua publikasi juga setuju dengan fakta tersebut. Lain halnya vitamin E yang merupakan antioksidan alami tidak memiliki sifat karsinogenik (Parke dan Lewis, 1992; Kahl dan Kappus, 1993). BHT yang diadministrasikan secara kronis terhadap mencit menyebabkan menurunnya konsentrasi alpha isozyme of protein kinase C (PKCa) dalam paru-paru sehingga dapat menginisiasi terjadinya tumor (Kahl, 1984; dan Malkinson, 1999).
b.    Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diproduksi langsung oleh tanaman maupun tubuh, contohnya: senyawa polifenol flavonoid, tanin, katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2, sedangkan superoksid dismutase bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2.
5. Manfaat antioksidan
Antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan radikal bebas dan ROS sehingga mencegah terjadinya berbagai macam penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, jantung koroner, kanker, serta penuaan dini. Penambahan antioksidan ke dalam formulasi makanan, juga efektif mengurangi oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan, toksisitas, dan destruksi biomolekul yang ada dalam makanan.
6. Metode pengujian aktivitas antioksidan
Terdapat beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode ini dapat untuk memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun. Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut.
(a) Senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium permanganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);
(b) senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti senyawa diazo, pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatic-anisaldehid, vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam kondisi basa);
(c) radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan     (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil); dan
(d)senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna (palladium klorida dan pentadium klorida) (Davidek, 1997).